Selasa, 01 November 2016

Tiga CERPENSAPAR

#CerPenSaPar (Cerita Pendek Satu Paragraf)
OBROLAN MAHASISWA (2)
A: Jiaaan DPS-ku payah tenan Bro. B: Ngapa maning je? C: Mesthi drafmu ditolak maning hahaha. A: Ora. Bar seminar proposal kan aku dikon ndang nyusun mulai bab siji. Pas bab 1 tak serahke, DPS ngomong yen aku kon mbacutke ke bab 2 wae. Bab 3, 4, lan kesimpulan rampung rong sasi punjul sithik. B: Wah, meh pendadaran no. C: Siap2 sibeleh, Bro haha. A: Pendadaran mbahmu. Syukuran dhengkulmu. A & B: Loh piye ta iki? A: Pas wingi bab 1 tekan kesimpulan tak serahke, aku langsung silabrak, Bro. "Kamu ini bagaimana, masa' setumpuk gini baru diserahkan dan aku harus membaca sekaligus? Per bab kan lebih mudah dan enak?" Aku rawani njawab. Mung njur matur yen arep nyerahke per bab saka awal meneh. Eaaalaaaah, kanca2, muga2 suk yen dadi dosen aja kaya mengkono kuwi ya. (Hasil pantauan CCTV-hidup di warung Bu HM Tutik Marwata)
#CerPenSaPar (Cerita Pendek Satu Paragraf)
... ndilalah ... (1)
Juli--Agustus 2010 aku pulang ke Yogya karena kampus GDUFS tempat aku menjadi dosen tamu sedang libur semesteran. Karena visa pertama hanya berlaku 6 bulan, aku harus mengurus visa lagi. Aku pakai biro jasa. Dua hari menjelang keberangkatan visa belum dapat. Lalu aku dapat telepon dari Pak AS di Jakarta yang intinya aku harus ke Kedubes Tiongkok di Jakarta untuk mengurus visa. Sudah sore. Pak AS bilang agar aku langsung ke bandara dan cari tiket darurat. Ya ampppiiiuuun. Istri segera membantu menyiapkan tas dan bekal ala kadarnya. Cari tiket. Dapat. Alhamdulillah. Sambil nunggu boarding kontak teman di Jakarta kalau ada yang punya info penginapan dekat Kuningan. Alhamdulillah dapat. Murah juga. Pak AS ngecek memastikan apa aku bisa berangkat. Beres. Yang lebih mengesankan pesannya ini, "Pak Heru, besok pagi2 ke kantor saya, besok sopir saya akan mengantar Pak Heru mengurus visa itu sampai selesai". Alhamdulillah. Sampai Jakarta segera kontak teman di China siapa tahu ada kenalan di kedubes. Alhamdulillah ada. Ada info dari dua orang bahwa Mas S menjadi Sekretaris Dubes. Yang satu mantan dosennya di GDUFS, satunya teman sekelas. Rupanya mereka kontak Mas S. Aku diberi nomor HP Mas S juga untuk kontak2. Paginya aku diantar sopir Pak S ke Kedubes China. Aku masukkan dokumen yang sudah mental. Aku nunggu. Tiba2 Mas S muncul dan kami ngobrol sebentar. Dia bilang, "Visa Pak Heru mestinya jadi seminggu lagi, tapi kami bantu supaya nanti sore jadi dan Bapak bisa mengambilnya". Alhamdulillah. Sayangnya bekal tidak cukup karena tanpa persiapan. Telepon saudara apa bisa pinjam dana. Alhandulillah bisa dan segera ditransfer dan diantar sopir Pak AS aku mengambi uangnya di ATM. Sambil menunggu sore, aku diantar jalan2 oleh sopir Pas AS yang sangat ramah. Sambil jalan2 aku kontak teman2 yang punya kenalan travel biro untuk nyari tiket pulang nanti malam. Alhamdulillah dapat. Tiket sudah diantar ke penginapan. Tinggal membayar. Sorenya aku ke kedubes untuk mengambil visa. Ternyata kantor kedubes sudah tutup. Aku kontak Mas S dan dapat info kalau aku bisa mencet tombol dan bilang untuk mengambil visa. Seorang staf kedubes keluar dan menemuiku menyerahkan paspor dan bisa. Aku tanya berapa biayanya. Bapak itu menjawab, "Sudah dibereskan oleh Mas S dan Bapak tidak perlu bayar apa pun". Alhamdulillah ya Allah. Aku langsung ke penginapan mengambil tas dan langsung diantar sopir Pak AS ke bandara untuk pulang ke Yogya. Hmmm ... Ndilalah kersaning Allah, alhamdulillah ada banyak tangan dan bantuan terulur. Kalau tidak, hmm tak kubayangkan. Terima kasih ya Allah, terima kasih Pak AS, terima kasih Pak Sopirnya Pak AS, terima kasih teman2 di Jakarta, terima kasih teman2 di China, terima kasih pula untuk saudara yang telah membantu, dan tentu saja terima kasih untuk istri dan anak2ku yang membantu dan selalu berdoa untukku, suami/ayahnya.
#CerPenSaPar (Cerita Pendek Satu Paragraf)
PENDAKIAN TERAKHIR
Sudah luuuaaama aku tak mendaki gunung. Kalau dihitung tahun mungkin sudah lebih dari 23. Angka yang bagus, berurutan. Mana ada angka tak berurutan? Pendakian terakhirku adalah ke Gunung Slamet. Saat itu puncak Slamet sedang dilanda hujan es. Dingin minta ampun. Hmmm tahun 1992. Artinya, tahun itu pulalah kira-kira aku masih lumayan langsing sehingga tak berat membawa diri ke ketinggian. Nostalgia. Rasanya pinginmendaki lagi, tapi gunung apa dan mana yang rela hati menyerah dan berkenan aku tundukkan dengan kisaran 75--78 kg berat badan? Ah, gak usah pusing. Apa susahnya mendaki Gunung Kidul, Gunung Sempu, Gunung Ketur, Gunung Agung, Gunung Sahari, atau sekadar gunung kembar? Ha ha ha ngakak pol.
HM-PK, pondok ilusi kata tanpa arti, 08092016
Ilustrasi: Pendakian pertama ke Merbabu, 1987 bersama teman2 kampus dan penghuni Asrama Mahasiswa KOPMA UGM/Asrama Mhs Cemara Lima.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar